Sejarah Malinau

Mulah - mulahnya Malinau dulu lebih di kenal dengan Nama  Long Tidung /Tanah Tidung (Kerajaan Tidung ) karena sebalah kiri mudik ada sungai yang bernama Sungai Tidung .Kampung Long Tidung ini adalah kampung Suku Tidung yang sudah ada sejak ± Tahun 1700 M pada Tahun 1770 M Turun ke Kuala Malinau yang di Pimpin oleh Panembahan Radja Tua dan Sesepuh Suku Tidung dan parah kerabat kerabat Panembahan.
Sebelum ada sebutan Malinau oleh orang Belanda Nama Malinau sudah ada sejak lama, karena sebalah kiri mudik itu airnya tenang di sebut oleh bahasa suku Tidung Inau-Inau (Air tenang) oleh pendatang pedagang Arab dan Banjar dari luar di sebut dengan kata Melinau dan ejaan berubah lagi Menjadi Malinau

Zaman Pemerintahan Kerajaan Tidung Kuala Malianu

Sebelum Tahun 1187 H(1776 M) Kerajaan Tidung  berkedudukan antara sungai Malinau simpang kiri mudik Sungai Tidung dengan sungai Mentarang (Tidung) yang di kenal dengan Nama Kampung Pagun Alung Malinau yang artinya Kampung Long Malinau yang lazim di sebut dengan Kuala Malinau di bawah Pimpinan seorang Radja yaitu Panembahan Radja Tua yang bernama Muhammad Ali Hanafiah.

Kampung Kuala Malinau dibangun sebelum Tahun 1187 H (1776 M) dan berakhir Tahun 1273 H (1853 M) Karena dipindahkan ke Kuala Kabiran dibawah Pimpinan Panembahan Radja Pandita.

Pada zaman pemerintahan Panembahan Radja Tua,semua suku yang berada disekitarnya masuk wilayah hukum Kerajaan Tidung.Setiap suku mempunyai kepala Adat masing-masing .Kepala Adat ini di persatukan dan dianggap saudara yang dalam bahasa pendalamannya di sebut Sebila .Untuk mempersatukan semua kepala suku ini dibuatlah satu perjanjian Adat dengan cara isap darah secara bergantian khususnya kepala Suku Merap (Bau) yang pindah dari sungai Bahau(Hulu Sungai Kayan/Bulungan) ke Tanah Buwa (Hulu Sungai Malinau).

Dengan adanya perjanjian persaudaraan ini,maka panembahan Radja Tua menjamin keselamatan suku-suku yang ada dalam wilayah hukumnya sekaligus mengijinkan semua kepala Suku untuk mendiami tempatnya masing-masing seperti :
1.Kepala Adat suku Merap ( Bau ) yang pundah dari hulu sungai kayan (Bulungan) ke Tanah buwa (Hulu sungai Malinau simpang kiri mudik sungai Tidung untuk mendiam langap dan sekitarnya hingga di kuala sungai gong sulak simpang kiri mudik sungai Malinau yang sekarang berkembang menjadi beberapa kampung/desa.

2.Kepala Adat suku Abay yang pindah dari lebaten ke semawe yang bernama Bikas dan Lakai diberikan/ijinkan mendiam Long Gita simpang kanan mudik sungai Tidung

3.Kepala Adat suku Abay yang bernama Labit dan litun di ijinkan mendiami Sentaban dan Setarap.

4.kepala Adat suku Abay yang bernama Impagas di ijinkan mendiami Sungai Sembuak simpang kanan mudik sungai Tidung.

5.Kepala adat suku punan di ijinkan mendiami sungai tubu simpang kiri mudik Sungai Tidung.

6.Kepala Adat Suku Berusu di ijinkan untuk mendiami sungai Bengalun Simpang kiri mudik sungai Tidung

7.Selain itu,dibawah pimpinan panembahan Radja Pandita yaitu penggantian Panembahan Radja Tua mengijinkan Tuk Laban Upay mendiami Lidung Kemanci.

perlu juga diketahui ,bahwa pada zaman Panembahan Radja Tua diadakan pertemuan persaudaraan  dengan kepala Adat Lundaye yang dari daerah hulu Tidung yaitu Kerayan dan Mentarang sekarang ini,di suatu tempat yang dikenal dengan nama Semamu.Dari hasil pertemuan ini terjadilah hubungan perkawinan antara keluarga Panembahan Radja Tua Dengan keluarga Lundaye di Temalang,sehingga persaudaraan ini bernar- benar terjalin dengan baik.


Zaman Kerajaan Tidung Long Kabiran

Setelah Penembahan Radja Tua meninggal,diangkatlah Penembahan Radja Pandita yaitu anaknya yang kedua menjadi pimpinan atau Radja di kuala Malinau,Beberapa tahun kemudian kampung Kuala Malinau di pindahkan ke Kuala Kabiran yang sekarang bekas perkampungan itu terletak diseberang Tanjung Belimbing Desa Malinau Kecamatan Malinau Kota.

Tidak berapa lama Kampung long Kabiran dibangun ± 5 Tahun setelah perpindahan dari Kampung Kuala Malinau yaitu 1887 Sampai Tahun 1892 ,datang serombongan angkatan perang Belanda  lengkap Dengan pasukannya.

Adapun maksud rombongan angkatan perang Belanda ini untuk mengambil Panembahan Radja Pandita dengan alasan untuk dibawa berunding dengan Sultan Bulungan dan Asisten Residen Di Bulungan

Peristiwa ini terjadi pada hari rabu ,24 hari Bulan Haji Tahun 1306 H(1892 M ).Saat keberangkatan  beliau semua Rakyatnya(Penduduk Kampung Kabiran)terutama sekali keluarga terdekatnya merasa  cemas dan curiga,apa gerangan yang akan terjadi pada diri Radja.akhirnya timbul kemarahan rakyat yang hampir tidak dapat dibendung.

Beliau Meminta ketabahan dan kesabaran dari semua keluarga serta pembesar-pembesar kampung,karena kepergiannya hanya semata-mata untuk mengadakan perundingan di Bulungan dengan sultan dan Residen.

Dari Long Kabiran ,Beliau dibawa dengan perahu kecil yang diiringi berapa perahu para keluarga  dan pejabat negeri untuk mengantar sampai di kuala Bengalun,karena disana menunggu kapa Mulia yang membawa beliau ke Bulungan.Menurut penuturan orang tua-tua,begitu beliau melangkah kaki pertama memasuki kapal,tiba-tiba kapal menjadi miring,sehingga pasukan yang ada didalam kapal sempat kepanikan.ini mungkin suatu pertanda atau alamat,bahwa kepergian beliau tidak akan kembali dan Kerajaan Tidung Malinau yang berkedudukan di Alung Kabiran akan berakhir.

Yang mendampingin kepergian Panembahan Radja Pandita ialah cucunya bernama Said Abdurachman gelar Sarif Panembahan serta Kemenakannya bernama Bilung Gelar Aji Kuning,keduanya ini hanya mengantar sampai di Banjarmasin,disuruh pulang karena tidak ada yang mengurus Kampung Kabiran serta keluarga yang ditinggal.
Bersambung.......

Comments

Popular Posts